Kamis, 16 Oktober 2008

Landasan Yuridisi

Secara yuridis, Pasal I Aturan Peralihan dalam UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Penyusun Konstitusi Indonesia ini menyadari bahwa masih ada beberapa persoalan hukum yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan nasional, sehingga untuk menghindari kekosongan Peraturan Perundang-undangan (wetsvacuum) 11 masih menggunakan produk peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda. Salah satu persoalan hukum yang dimaksud adalah tentang Perkumpulan.

Secara umum ketentuan-ketentuan tentang perkumpulan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dalam hukum positif di Indonesia saat ini masih memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan. Kelemahan yang menonjol dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah belum memiliki definisi yang jelas dan tegas mengenai perkumpulan sehingga menyebabkan interpretasi yang bias apakah benar mereka telah membentuk perkumpulan yang mereka maksud. 

Demikian pula halnya dengan ketentuan mengenai kedudukan dan sifat didirikan perkumpulan oleh kekuasaan umum (op openbaar gezag ingesteld), diakui (erkend), diizinkan sebagai diperbolehkan (geoorloofd, toegelaten), serta perkumpulan lainnya berkaitan dengan status badan hukum dari macam-macam perkumpulan tersebut. 

Sedangkan kekurangan dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah belum adanya ketegasan antara mana yang merupakan perkumpulan dari orang-orang dan mana yang merupakan kumpulan uang. 

Disamping kelemahan dan kekurangan tersebut, ketentuan perundang-undangan tentang perkumpulan masih dalam bahasa Belanda yang terjemahannya belum pernah dinyatakan sebagai terjemahan resmi, sehingga tidak menjamin kepastian hukumnya.

Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai kelemahan dan kekurangan peraturan tentang perkumpulan dapat dikemukakan secara garis besar hal-hal sebagai berikut: 

Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa perkumpulan dalam arti luas adalah berkumpulnya orang perserorangan atau orang-orang yang merasa mempunyai kepentingan, yang hanya atau mungkin dapat lebih memuaskan apabila mereka berkumpul dan bekerja sama satu dengan yang lain .

Dikenal empat macam perkumpulan yang bertujuan mengejar keuntungan, yakni 
“Perseroan Perdata (maatschap)”, Perseroan Firma (Vennootschap onder firma), Perseroan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)” dan Perseroan Terbatas (Naamlooze Vennootschap) Jikalau persamaan sifat dan keadaan dari para anggota adalah mengejar suatu keahlian, olahraga atau hobby tertentu, serta tujuan mereka tidaklah mencari keuntungan, melainkan untuk memperkembangkan keahlian masing-masing, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk keperluan umum, maka untuk bentuk inilah dikenal sebagai perkumpulan dalam arti sempit. 

Bentuk perkumpulan ini juga lazim menggunakan istilah “Perhimpunan” atau “Ikatan” atau “Persatuan” atau mungkin menggunakan istilah lainnya 

Ketentuan mengenai Perkumpulan (dalam arti sempit) diatur dalam Buku Ketiga, Bab kesembilan Pasal 1653 sampai Pasal 1665 KUHPerdata, dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Staatsblad 1870-64 tentang Kedudukan Badan Hukum dari Perkumpulan (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) 15 dan dalam Staatsblad 1939-570 jo 717 tentang Perkumpulan Indonesia (Inlandsche Vereeniging). 

Dengan demikian, dikenal ketentuan perundangundang mengenai Perkumpulan yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing (KUHPerd dan Staatsblad 1970-64) dan Perkumpulan yang berlaku bagi golongan Pribumi (Staatsblad 1939-570 jo 717). Menurut konsideran dari Staatsblad 1939-570 jo 717 Perkumpulan Indonesia merupakan perkumpulan yang anggota-anggotanya hanya terdiri dari orang-orang dari golongan Pribumi, mengatur secara menyimpang dari Hukum Adat sekadar perlu untuk memenuhi kebutuhuan sosial dan kepentingan umum dari masyarakat golongan Pribumi. 

Apabila ada orang pribumi menjadi anggota perkumpulan menurut Staatsblad 1870-64, maka hak dan kewajiban dari orang Pribumi itu akan tunduk pada Staatsblad 1870-64, demikian Bepaling vereniging op IndonesiĆ«rs toepasselijk (Staatsblad 1904-272). 

Bab kesembilan Buku Ketiga Tentang Perkumpulan yang merupakan terjemahan dari Van zedelijke ligchamen 17) dianggap seolah-olah orang selaku pembawa hak dan kewajiban dalam masyarakat, merupakan badan hukum18 , demikian pula halnya dengan Staatsblad 1870-64. 

Di dalam pertimbangan Staatsblad tersebut dinyatakan, bahwa agar sesuai dengan ketentuan umum dari Pasal 75 Reglement op het Beleid der Regering van Ned-Indiƫ mengubah dan menambah Pasal 1653 dan berikutnya dari KUHPerd. Oleh Pasal 1653 KUHPerd disebutkan adanya disamping perseroan yang sejati (eigenlijke maatschap) diakui pula empat perhimpunan-perhimpunan orang (vereenigingen van persoonen) sebagai perkumpulan-perkumpulan (zedelijke ligchamen):
  1.  Perkumpulan yang didirikan oleh kekuasaan umum (op openbaar gezag ingesteld), didirikan oleh Pemerintah seperti Propinsi, Kota/Kabupaten), 
  2. Perkumpulan yang diakui (erkend, misalnya badan keagamaan Kristen atau Kerkgenootschappen), 
  3.  Perkumpulan yang diizinkan sebagai diperbolehkan (geoorloofd toegelaten), 
  4.  Perkumpulan yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan (perkumpulan didirikan oleh swasta). 


 Dari kalimat pertama Pasal 8 Staatsblad 1870-64 dapat diketahui adanya perkumpulan yang tidak berbadan hukum20. Sudah sejak dahulu kala dibutuhkan pengertian dan pengaturan perundang-undangan tentang badan hukum, yakni badan yang disamping orang juga dianggap dapat melakukan tindakan hukum, mempunyai hak serta kewajiban, Timbullah beberapa teori mengenai badan hukum21, sehingga diperlukan ketegasan perkumpulan orang atau kumpulan uang yang mana dapat dianggap sebagai badan hukum. 

Perkumpulan terus mengalami perkembangan di Indonesia, sedangkan aturan hukumnya masih merujuk pada Burgerlijk Wetboek (BW) untuk Indonesia atau KUHPerdata dan Staatblad, yang keduanya merupakan produk hukum Kolonial. Pencantuman ketentuan Perkumpulan dalam KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Hukum Perikatan ini menunjukkan bahwa Perkumpulan adalah suatu bentuk persekutuan yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri pada ketentuan tertentu. Pendirian Perkumpulan seyogyanya digolongkan pada tindakan hukum berganda yang bukan merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan. 

Perkumpulan yang merupakan terjemahan dari zedelijke ligchamen dalam KUHPerdata ini adalah berbeda dengan persekutuan yang disebut sebagai Perseroan (yang merupakan terjemahan dari maatschap), di mana Perseroan dimaksudkan sebagai persekutuan antara dua orang atau lebih dalam melakukan suatu usaha untuk memperoleh dan membagi keuntungan (laba), sedangkan Perkumpulan tidak berorientasi pada keuntungan (nirlaba). Perkumpulan yang diatur dalam Staatblad 1870-64, memberikan ketentuan status badan hukum bagi suatu perkumpulan. S

taatblad ini menerjemahkan perkumpulan dari kata rechtspersoonlijkheid van vereenigingen. Aturan inilah yang hingga kini masih berlaku dan dalam prakteknya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perkumpulan-perkumpulan di Indonesia. Apalagi, Perkumpulan sebagaimana dimaksud oleh KUHPerdata dan Staatblad (yang masih mengandung definisi secara luas, baik badan hukum, maupun bukan badan hukum, yang berorientasi pada laba maupun nirlaba) secara parsial telah diatur dalam berbagai Undang-Undang. Untuk itu, RUU tentang Perkumpulan perlu di susun untuk mengatur perkumpulan/persekutuan yang belum diatur atau yang tidak termasuk dalam Undang-Undang sebagaimana disebut di atas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar