Secara yuridis, Pasal I Aturan Peralihan dalam UUD NRI Tahun 1945
menegaskan bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Penyusun Konstitusi Indonesia ini menyadari bahwa masih ada beberapa persoalan hukum yang belum
diatur oleh peraturan perundang-undangan nasional, sehingga untuk menghindari
kekosongan Peraturan Perundang-undangan (wetsvacuum)
11 masih menggunakan
produk peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda. Salah satu persoalan hukum
yang dimaksud adalah tentang Perkumpulan.
Secara umum ketentuan-ketentuan tentang perkumpulan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan dalam hukum positif di Indonesia saat ini masih
memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan. Kelemahan yang menonjol dari
peraturan perundang-undangan tersebut adalah belum memiliki definisi yang
jelas dan tegas mengenai perkumpulan sehingga menyebabkan interpretasi yang
bias apakah benar mereka telah membentuk perkumpulan yang mereka maksud.
Demikian pula halnya dengan ketentuan mengenai kedudukan dan sifat didirikan
perkumpulan oleh kekuasaan umum (op openbaar gezag ingesteld), diakui
(erkend), diizinkan sebagai diperbolehkan (geoorloofd, toegelaten), serta
perkumpulan lainnya berkaitan dengan status badan hukum dari macam-macam
perkumpulan tersebut.
Sedangkan kekurangan dari peraturan perundang-undangan
tersebut adalah belum adanya ketegasan antara mana yang merupakan
perkumpulan dari orang-orang dan mana yang merupakan kumpulan uang.
Disamping kelemahan dan kekurangan tersebut, ketentuan perundang-undangan
tentang perkumpulan masih dalam bahasa Belanda yang terjemahannya belum
pernah dinyatakan sebagai terjemahan resmi, sehingga tidak menjamin kepastian
hukumnya.
Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai kelemahan dan kekurangan
peraturan tentang perkumpulan dapat dikemukakan secara garis besar hal-hal
sebagai berikut:
Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa perkumpulan dalam arti luas
adalah berkumpulnya orang perserorangan atau orang-orang yang merasa
mempunyai kepentingan, yang hanya atau mungkin dapat lebih memuaskan apabila mereka berkumpul dan bekerja sama satu dengan yang lain .
Dikenal
empat macam perkumpulan yang bertujuan mengejar keuntungan, yakni
“Perseroan Perdata (maatschap)”, Perseroan Firma (Vennootschap onder firma),
Perseroan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)” dan Perseroan Terbatas
(Naamlooze Vennootschap) Jikalau persamaan sifat dan keadaan dari para anggota adalah mengejar
suatu keahlian, olahraga atau hobby tertentu, serta tujuan mereka tidaklah mencari
keuntungan, melainkan untuk memperkembangkan keahlian masing-masing, baik
untuk keperluan sendiri maupun untuk keperluan umum, maka untuk bentuk
inilah dikenal sebagai perkumpulan dalam arti sempit.
Bentuk perkumpulan ini
juga lazim menggunakan istilah “Perhimpunan” atau “Ikatan” atau “Persatuan”
atau mungkin menggunakan istilah lainnya
Ketentuan mengenai Perkumpulan (dalam arti sempit) diatur dalam Buku
Ketiga, Bab kesembilan Pasal 1653 sampai Pasal 1665 KUHPerdata, dan
kemudian diatur lebih lanjut dalam Staatsblad 1870-64 tentang Kedudukan
Badan Hukum dari Perkumpulan (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen)
15
dan dalam Staatsblad 1939-570 jo 717 tentang Perkumpulan Indonesia
(Inlandsche Vereeniging).
Dengan demikian, dikenal ketentuan perundangundang
mengenai Perkumpulan yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing (KUHPerd dan Staatsblad 1970-64) dan Perkumpulan yang berlaku bagi
golongan Pribumi (Staatsblad 1939-570 jo 717).
Menurut konsideran dari Staatsblad 1939-570 jo 717 Perkumpulan
Indonesia merupakan perkumpulan yang anggota-anggotanya hanya terdiri dari
orang-orang dari golongan Pribumi, mengatur secara menyimpang dari Hukum
Adat sekadar perlu untuk memenuhi kebutuhuan sosial dan kepentingan umum
dari masyarakat golongan Pribumi.
Apabila ada orang pribumi menjadi anggota perkumpulan menurut Staatsblad 1870-64, maka hak dan kewajiban dari orang
Pribumi itu akan tunduk pada Staatsblad 1870-64, demikian Bepaling vereniging
op Indonesiƫrs toepasselijk (Staatsblad 1904-272).
Bab kesembilan Buku Ketiga Tentang Perkumpulan yang merupakan
terjemahan dari Van zedelijke ligchamen
17) dianggap seolah-olah orang selaku
pembawa hak dan kewajiban dalam masyarakat, merupakan badan hukum18
,
demikian pula halnya dengan Staatsblad 1870-64.
Di dalam pertimbangan
Staatsblad tersebut dinyatakan, bahwa agar sesuai dengan ketentuan umum dari
Pasal 75 Reglement op het Beleid der Regering van Ned-Indiƫ mengubah dan
menambah Pasal 1653 dan berikutnya dari KUHPerd. Oleh Pasal 1653 KUHPerd
disebutkan adanya disamping perseroan yang sejati (eigenlijke maatschap) diakui
pula empat perhimpunan-perhimpunan orang (vereenigingen van persoonen) sebagai perkumpulan-perkumpulan (zedelijke ligchamen):
- Perkumpulan yang didirikan oleh kekuasaan umum (op openbaar gezag
ingesteld), didirikan oleh Pemerintah seperti Propinsi, Kota/Kabupaten),
- Perkumpulan yang diakui (erkend, misalnya badan keagamaan Kristen
atau Kerkgenootschappen),
- Perkumpulan yang diizinkan sebagai diperbolehkan (geoorloofd
toegelaten),
- Perkumpulan yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak
berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan (perkumpulan
didirikan oleh swasta).
Dari kalimat pertama Pasal 8 Staatsblad 1870-64 dapat diketahui adanya
perkumpulan yang tidak berbadan hukum20. Sudah sejak dahulu kala dibutuhkan pengertian dan pengaturan perundang-undangan tentang badan hukum, yakni
badan yang disamping orang juga dianggap dapat melakukan tindakan hukum,
mempunyai hak serta kewajiban, Timbullah beberapa teori mengenai badan
hukum21, sehingga diperlukan ketegasan perkumpulan orang atau kumpulan uang
yang mana dapat dianggap sebagai badan hukum.
Perkumpulan terus mengalami perkembangan di Indonesia, sedangkan
aturan hukumnya masih merujuk pada Burgerlijk Wetboek (BW) untuk Indonesia
atau KUHPerdata dan Staatblad, yang keduanya merupakan produk hukum
Kolonial. Pencantuman ketentuan Perkumpulan dalam KUHPerdata, Buku Ketiga
tentang Hukum Perikatan ini menunjukkan bahwa Perkumpulan adalah suatu
bentuk persekutuan yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri
pada ketentuan tertentu. Pendirian Perkumpulan seyogyanya digolongkan pada
tindakan hukum berganda yang bukan merupakan perjanjian yang menimbulkan
perikatan.
Perkumpulan yang merupakan terjemahan dari zedelijke ligchamen
dalam KUHPerdata ini adalah berbeda dengan persekutuan yang disebut sebagai
Perseroan (yang merupakan terjemahan dari maatschap), di mana Perseroan
dimaksudkan sebagai persekutuan antara dua orang atau lebih dalam melakukan
suatu usaha untuk memperoleh dan membagi keuntungan (laba), sedangkan
Perkumpulan tidak berorientasi pada keuntungan (nirlaba).
Perkumpulan yang diatur dalam Staatblad 1870-64, memberikan ketentuan
status badan hukum bagi suatu perkumpulan. S
taatblad ini menerjemahkan
perkumpulan dari kata rechtspersoonlijkheid van vereenigingen. Aturan inilah
yang hingga kini masih berlaku dan dalam prakteknya sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan perkumpulan-perkumpulan di Indonesia. Apalagi,
Perkumpulan sebagaimana dimaksud oleh KUHPerdata dan Staatblad (yang
masih mengandung definisi secara luas, baik badan hukum, maupun bukan badan
hukum, yang berorientasi pada laba maupun nirlaba) secara parsial telah diatur dalam berbagai Undang-Undang. Untuk itu, RUU tentang Perkumpulan perlu di
susun untuk mengatur perkumpulan/persekutuan yang belum diatur atau yang
tidak termasuk dalam Undang-Undang sebagaimana disebut di atas